Senin, 09 Juni 2014

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Makalah ini penulis buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bisnis pada semester 2. Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Dan tentunya saya sebagai penulis.
Makalah Komunikasi Lintas Budaya ini merupakan kumpulan jawaban yang disusun berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin di perlukan dalam pembuatan makalah Komunikasi Lintas Budaya.

B.     Perumusan Masalah
Berikut daftar pertanyaan yang merupakan dasar dari pembuatan makalah ini:
  1. Jelaskan definisi komunikasi lintas budaya!
  2. Bagaimana konsep komunikasi lintas budaya?
  3. Jelaskan keterkaitan antara komunikasi internasional, komunikasi antar etnis dan komunikasi antar ras dengan komunikasi lintas budaya!
  4. Apa sajakah hambatan dalam komunikasi lintas budaya?
  5. Bagaimana cara menghadapi hambatan dalam komunikasi lintas budaya?

C.    Tujuan
Makalah ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan penulis atas dasar buku-buku dan sumber-sumber lain yang penulis gunakan sebagai referensi.







BAB II
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
A.    Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Pengertian 1
Definisi komunikasi antar budaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Komunikasi antar budaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling bebeda latar belakang budaya. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang sisampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Pengertian 2
Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan antara mereka yang berbeda latar Belakang budayanya.
Pengertian 3
Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. (Samovar Porter) Andrea L Rich dan Dennis M Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader komunikasi antar budaya adalah komunikasi antara orang orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnik&dk dan ras, antar kelas sosial.
Pengertian 4
Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antar budaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.
Pengertian 5
Intercultural communication yang disingkat “ICC”, mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi antara seorang anggota dengan kelompok yang berbeda kebudayaan. Guo Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi rnereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.




B.     Alasan Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu mengandung potensi Komunikasi Lintas Budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antaretnis.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman - kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip
Komunikasi Lintas Budaya dan mempraktikkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kebutuhan untuk mempelajari Komunikasi Lintas Budaya ini semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota), latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
Esensi Komunikasi Manusia
·         Komunikasi adalah proses dinamik
·         Komunikasi adalah symbol
·         Komunikasi adalah bagian dari sebuah sistem besar seperti setting, lokasi, acara, waktu dan jumlah yang terlibat
·         Komunikasi meningkatkan pembuatan pengertian/rujukan pelakunya
·         Komunikasi sebagai refleksi diri
·         Komunikasi selalu mempunyai konsekuensi
·         Komunikasi adalah kompleks
Alasan mempelajari komunikasi lintas budaya menurut Litvin (1977) :
·         Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
·         Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
·         Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakat lainnya.
·         Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
·         Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
·         Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.
·         Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
·         Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya untuk memahaminya.
·         Keterampilan-keterampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
·         Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau memudahkan.
·         Situasi-situasi komunikasi antar budaya tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.

Tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) :
  1. Menyadari bias budaya sendiri
  2. Lebih peka secara budaya
  3. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan orang tersebut.
  4. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri
  5. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
  6. Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
  7. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
  8. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
  9. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
  10. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
C.    Teori Komunikasi Lintas Budaya
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
1.      Jarak kekuasaan (power distance)
2.      Maskulinitas.
3.      Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
4.      Individualisme.
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes.
1.      Anxiety/Uncertainty Management Theory(Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan.
Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a.       Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b.      Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c.       Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d.      Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat.Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e.       Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
f.       Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.

2.      Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.
konsep
Budaya individualis
Budaya kolektivis
Diri
Sebagai dirinya sendiri
Sebagai bagian kelompok
Tujuan
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri.
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan kelompok
Kewajiban
Melayani diri sendiri
Melayani kelompok/orang lain.

Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a.       Avoiding (penghindaran) : saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
b.      Obliging (keharusan) : saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c.       Compromising : saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d.      Dominating : saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
e.       Integrating : saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other -face.
3.      Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a.       Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b.      Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c.       Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d.      Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e.       Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi.

D.    Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya
1.      Komunikasi dan bahasa
Sistem komunikasi, verbal dan non- verbal, satu unsur yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ada sekitar 15 bahasa utama atau lebih dan tiap –tiapnya terdapat dialek, logat, jargon dan ragam lainnya. Belum lagi gerak gerik bahasa tubuh yang mingkin universal namun beda makna secara lokal atau kultural.
2.      Pakaian dan penampilan
Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan menjadi ciri yang menandakan seseorang berasal dari daerah mana. Atau ciri lukisan pada muka dan badan orang Papua atau orang Indian yang ada saat akan berperang menandakan keberanian.
3.      Makanan dan kebiasaan makan
Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya seorang muslim untuk mengkonsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina. Orang Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi mereka orang – orang barat.
4.      Waktu dan kesadaran akan waktu
Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak mempedulikan jam atau menit tapi hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat matahari terbenam saja
5.      Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
6.      Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
7.      Nilai dan Norma
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
8.      Rasa Diri dan Ruangn
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.



9.      Proses mental dan belajar
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
10.  Kepercayaan dan sikap
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau kepercayaan mereka.

E.     Makna Penting Komunikasi Lintas Budaya
Tujuan :
1.      Membangun rasa saling percaya dan menghormati sebagai bangsa berbudayadalam memperkokoh hidup berdampingan secara damai, mempersempit ruang misunderstanding.
2.      Kritis thd cultural domination dan cultural homogenization, kesepahaman global.
3.      Melakukan usaha damai dalam upaya mereduksi perilaku agrasif dan mencegah terjadinya konflik.
4.      Mengenal budaya lain dengan lebih mudah
5.      Membangun sikap empati sosial pada budaya yang berbeda.
Manfaat :
1.      PERSPEKTIF INTERNASIONAL adalah Saling pengertian antarbangsa Menumbuhkan rasa percaya diri
2.      PERSPEKTIF DOMESTIK mempererat solidaritas nasional membangun nasionalisme memahami keberagaman pandangan hidup
3.      PERSPEKTIF PERSONAL membangun wawasan dapat saling berempati

Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antar budaya memiliki 2 fungsi yaitu :
a.       Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
1.      Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
2.      Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
3.      Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
4.      Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

b.      Fungsi Sosial
Dalam fungsi sosial terdapat beberapa fungsi sebagai berikut :
1.      Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
2.      Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
3.      Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
4.      Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.

Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya
Ada beberapa prinsip dalam komunikasi antar budaya yaitu :
1.      Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
2.      Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
3.      Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
4.      Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
5.      Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
6.      Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif. dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.



BAB III
HAMBATAN DAN PENYELESAIAN
A.    Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah:
1.      Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2.      Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3.      Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4.      Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5.      Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

6.      Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7.      Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8.      Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
9.      Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.


B.     Cara Menghadapi Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Seseorang dapat dikatakan sukses sebagai manager bisnis internasional budaya, apabila ia mempunyai kemampuan untuk merefleksikan seberapa besar kesungguhannya dalam aspek di bawah ini :
1.      Social Competence : Kemampuan untuk membuat jaringan sosial, pandai bergaul dan banyak temannya
2.      Openness to other ways of thinking : keterbukaan untuk menerima pikiran yang berbeda dari dirinya
3.      Cultural Adaptation :Kemampuan seseorang menerima budaya baru
4.      Professional Excellence : Mempunyai kemampuan yang handal dalam bidang tertentu
5.      Language Skill : Kemampuan mempelajari bahasa asing dengan tepat
6.      Flexibility : Kemampuan dalam penyesuaian diri sesuai dengan tuntutan keadaan
7.      Ability to work in team : kemampuan dalam mengelola dan bekerjasama dalam satu tim
8.      Self Reliance or independence : percaya diri dan mandiri
9.      Mobility : Lincah dan wawasannya luas
10.  Ability to deal with stress : mempunyai kemampuan untuk mengatasi stress
11.  Adaptability of the family : keluarganya pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
12.  Patience : Ulet dan sabar
13.  Sesivity : Peka terhadap sesuatu yang baru




BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi antar budaya mengandung isi dan relasi antar pribadi. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi. Tujuan komunikasi antar budaya mengurangi ketidakpastian. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Tujuan komunikasi antar budaya adalah efektifitas antar budaya






















DAFTAR PUSTAKA

Joseph A. DeVito, 1997. Komunikasi Antarmanusia, Jakarta : Professional Books
Alo Liliweri, 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta : LKIS
Lustig dan Koester Intercultural Communication Competence, 1993
Dood, 1991 : 5
Alex H Rumondor, 2005. Komunikasi Antar Budaya, Universitas Terbuka
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. 1996. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 236-238
Andrik Purwasito. Komunikasi Multikultural. 2003. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 123
Fred E. Jandt. Intercultural Communication, An Introduction. 1998. London. Sage Publication. Hal. 36
Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12,36-42
Joseph A. Devito. Komunikasi Antarmanusia. Kuliah Dasar. Jakarta. Professional Books. Hal. 479-488
Fishman, 1972, Hoijer, 1954, Miller & McNeil, 1969
Benjamin Lee Whorf, 1956. Thesis Whorfian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar