BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Makalah ini penulis buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Komunikasi Bisnis pada semester 2. Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Dan tentunya saya sebagai penulis.
Makalah Komunikasi Lintas Budaya ini merupakan kumpulan
jawaban yang disusun berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin di perlukan
dalam pembuatan makalah Komunikasi Lintas Budaya.
B.
Perumusan Masalah
Berikut daftar pertanyaan yang
merupakan dasar dari pembuatan makalah ini:
- Jelaskan definisi komunikasi lintas budaya!
- Bagaimana konsep komunikasi lintas budaya?
- Jelaskan keterkaitan antara komunikasi internasional, komunikasi antar etnis dan komunikasi antar ras dengan komunikasi lintas budaya!
- Apa sajakah hambatan dalam komunikasi lintas budaya?
- Bagaimana cara menghadapi hambatan dalam komunikasi lintas budaya?
C.
Tujuan
Makalah
ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuan penulis atas dasar buku-buku dan sumber-sumber lain yang
penulis gunakan sebagai referensi.
BAB II
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
A.
Pengertian Komunikasi
Lintas Budaya
Pengertian 1
Definisi
komunikasi antar budaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antar pribadi
yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Komunikasi
antar budaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara
dua orang yang saling bebeda latar belakang budaya. Komunikasi antarbudaya
merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis,
bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.
Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau
hiburan yang sisampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan
oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Pengertian 2
Komunikasi
antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang berkebudayaan
tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. Komunikasi antarbudaya adalah
pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda
latar belakang budayanya. Komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan
pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang
keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek
tertentu. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi,
gagasan atau perasaan antara mereka yang berbeda latar Belakang budayanya.
Pengertian 3
Samovar dan
Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser
pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. (Samovar
Porter) Andrea L Rich dan Dennis M Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan
Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader komunikasi antar budaya
adalah komunikasi antara orang orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar
suku bangsa, antar etnik&dk dan ras, antar kelas sosial.
Pengertian 4
Charley H. Dood
mengatakan bahwa komunikasi antar budaya meliputi komunikasi yang melibatkan
peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan
tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku
komunikasi para peserta. Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi
simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh
sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu
memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang
disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.
Pengertian 5
Intercultural
communication yang disingkat “ICC”, mengartikan komunikasi antarbudaya
merupakan interaksi antarpribadi antara seorang anggota dengan kelompok yang
berbeda kebudayaan. Guo Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi rnereka dalam menjalankan fungsinya
sebagai kelompok.
B.
Alasan Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang
berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga
menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan
dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap
kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu mengandung potensi Komunikasi
Lintas Budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya”
yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan
resiko yang fatal, setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar,
timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari
kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam berbagai kejadian
yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-konflik yang
berujung pada kerusuhan atau pertentangan antaretnis.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir
kesalahpahaman - kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti
atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui
prinsip-prinsip
Komunikasi Lintas Budaya dan mempraktikkannya dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Kebutuhan untuk mempelajari Komunikasi Lintas
Budaya ini semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan
orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa
Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar
belakang daerah (desa/kota), latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
Esensi Komunikasi Manusia
·
Komunikasi
adalah proses dinamik
·
Komunikasi
adalah symbol
·
Komunikasi
adalah bagian dari sebuah sistem besar seperti setting, lokasi, acara, waktu
dan jumlah yang terlibat
·
Komunikasi
meningkatkan pembuatan pengertian/rujukan pelakunya
·
Komunikasi
sebagai refleksi diri
·
Komunikasi
selalu mempunyai konsekuensi
·
Komunikasi
adalah kompleks
Alasan mempelajari komunikasi lintas budaya menurut Litvin (1977) :
·
Dunia sedang menyusut dan kapasitas
untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
·
Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
·
Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
·
Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
·
Perbedaan-perbedaan individu itu
penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
·
Pemahaman atas nilai-nilai budaya
sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai
budaya lain.
·
Dengan mengatasi hambatan-hambatan
budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan
penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
·
Pemahaman atas orang lain secara lintas
budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia
kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi semakin
berbahaya untuk memahaminya.
·
Keterampilan-keterampilan
komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural.
·
Perbedaan-perbedaan
budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun
perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau
memudahkan.
·
Situasi-situasi
komunikasi antar budaya tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena itu
seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks
ini kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk
berperan serta dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling
memuaskan.
Tujuan
mempelajari komunikasi lintas budaya, Litvin (1977) :
- Menyadari bias budaya sendiri
- Lebih peka secara budaya
- Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan orang tersebut.
- Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri
- Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
- Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
- Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
- Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
- Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
- Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
C.
Teori Komunikasi Lintas Budaya
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya
sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan
aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah
suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang
dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
1.
Jarak
kekuasaan (power distance)
2.
Maskulinitas.
3.
Penghindaran
ketidakpastian (uncertainty avoidance).
4.
Individualisme.
Berkenaan
dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty
Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes.
1.
Anxiety/Uncertainty Management
Theory(Teori
Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan
pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya
dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan
dan ketakutan.
Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada
proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah
accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah
dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat
dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu
sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang
bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty
Management Theory:
a.
Konsep
diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika
berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan.
b.
Motivasi
untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk
masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c.
Reaksi
terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan
kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat
perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk
mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah
peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan
kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan
orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku
orang asing secara akurat.
d.
Kategori
sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal
yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan
peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi
perilaku mereka secara akurat.Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan
kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat
dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran
terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan
negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan
penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e.
Proses
situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi
informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan
sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita
terhadap perilaku mereka.
f.
Koneksi
dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa
ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita
dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.Sebuah
peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya
diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2.
Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu
menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey
berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face.
Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita
menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work
merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan
rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita
dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan
oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini
adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan
budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan
konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting
diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu
adalah dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.
konsep
|
Budaya individualis
|
Budaya kolektivis
|
Diri
|
Sebagai dirinya sendiri
|
Sebagai bagian kelompok
|
Tujuan
|
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri.
|
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan
kelompok
|
Kewajiban
|
Melayani diri sendiri
|
Melayani kelompok/orang lain.
|
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai
berikut:
a.
Avoiding (penghindaran) : saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan
anggota kelompok.
b.
Obliging (keharusan) : saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c.
Compromising : saya akan menggunakan memberi
dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d.
Dominating : saya akan memastikan penanganan
isu sesuai kehendak-ku.
e.
Integrating : saya akan menukar informasi
akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging,
compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar
menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other -face.
3.
Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry
Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam
suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia
menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a.
Dimanapun ada sebuah budaya,
disitu diketemukan speech code yang khas.
b.
Sebuah speech code mencakup
retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c.
Pembicaraan yang signifikan bergantung speech
code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan
menginterpretasi komunikasi mereka.
d.
Istilah, aturan, dan premis terkait ke
dalam pembicaraan itu sendiri.
e.
Kegunaan suatu speech code
bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan
mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati)
dan moralitas dari perilaku komunikasi.
D.
Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya
1.
Komunikasi dan bahasa
Sistem komunikasi, verbal dan non- verbal, satu unsur yang
membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ada sekitar 15 bahasa utama
atau lebih dan tiap –tiapnya terdapat dialek, logat, jargon dan ragam lainnya.
Belum lagi gerak gerik bahasa tubuh yang mingkin universal namun beda makna
secara lokal atau kultural.
2.
Pakaian
dan penampilan
Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan
menjadi ciri yang menandakan seseorang berasal dari daerah mana. Atau ciri
lukisan pada muka dan badan orang Papua atau orang Indian yang ada saat akan
berperang menandakan keberanian.
3.
Makanan
dan kebiasaan makan
Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara
makan. Dilarangnya seorang muslim untuk mengkonsumsi daging babi, tidak berlaku
bagi mereka orang Cina. Orang Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok
(tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi mereka orang – orang barat.
4.
Waktu
dan kesadaran akan waktu
Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian
orang tepat waktu dan sebagian lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang
yang tidak mempedulikan jam atau menit tapi hanya menandai waktunya dengan saat
matahari terbit atau saat matahari terbenam saja
5.
Penghargaan
dan Pengakuan
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan
memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik
dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
6.
Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan
hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status,
kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
7.
Nilai
dan Norma
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya
menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini
bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan
hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri
secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
8.
Rasa
Diri dan Ruangn
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa
diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat
terstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan informal.
Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis,
sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.
9.
Proses
mental dan belajar
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang
aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok
dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
10. Kepercayaan dan sikap
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal
supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau
kepercayaan mereka.
E.
Makna Penting
Komunikasi Lintas Budaya
Tujuan :
1. Membangun rasa saling percaya dan menghormati sebagai bangsa
berbudayadalam memperkokoh hidup berdampingan secara damai, mempersempit ruang
misunderstanding.
2. Kritis thd cultural domination dan cultural homogenization, kesepahaman
global.
3. Melakukan usaha damai dalam upaya mereduksi perilaku agrasif dan
mencegah terjadinya konflik.
4. Mengenal budaya lain dengan lebih mudah
5. Membangun sikap empati sosial pada budaya yang berbeda.
Manfaat :
1. PERSPEKTIF INTERNASIONAL adalah Saling pengertian antarbangsa Menumbuhkan
rasa percaya diri
2. PERSPEKTIF DOMESTIK mempererat solidaritas nasional membangun
nasionalisme memahami keberagaman pandangan hidup
3. PERSPEKTIF PERSONAL membangun wawasan dapat saling berempati
Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antar budaya memiliki 2
fungsi yaitu :
a.
Fungsi
Pribadi
Fungsi pribadi
adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi
yang bersumber dari seorang individu.
1.
Menyatakan Identitas Sosial
Dalam
proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu
yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan
melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku
berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat
diketahui asal usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
2.
Menyatakan Integrasi Sosial
Inti
konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh
setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan
komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya
antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan
utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi
antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda
memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian
komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi
mereka.
3.
Menambah Pengetahuan
Seringkali
komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling
mempelajari kebudayaan masing-masing.
4.
Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang
kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan
keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu
kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer
dan hubungan yang simetris.Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua
pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi
sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan
komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan
yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku
lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.
b.
Fungsi
Sosial
Dalam
fungsi sosial terdapat beberapa fungsi sebagai berikut :
1.
Pengawasan
Funsi
sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi.
Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk
menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih
banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin
perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu
terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
2.
Menjembatani
Dalam
proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua
orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara
mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang
mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah
pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh
pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
3.
Sosialisasi Nilai
Fungsi
sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai
kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
4.
Menghibur
Fungsi
menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.
Prinsip-Prinsip
Komunikasi Antarbudaya
Ada beberapa
prinsip dalam komunikasi antar budaya yaitu :
1.
Relativitas Bahasa
Gagasan
umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan
oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang
tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses
kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal
karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan
bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara
mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
2.
Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa
mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi
baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan
antara budaya makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat
mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak
kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah
persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
3.
Mengurangi Ketidak-pastian
Makin
besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas
dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi
ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi,
dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang
lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi
ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
4.
Kesadaran Diri dan Perbedaan
Antarbudaya
Makin
besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness)
para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan
negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada.
ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak
patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan
kurang percaya diri.
5.
Interaksi Awal dan Perbedaan
Antarbudaya
Perbedaan
antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur
berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun
kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain,
kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
6.
Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam
komunikasi antarbudaya kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga
konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang
penting bagi komunikasi antarbudaya.
Sebagai
contoh pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan
akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda
mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara
dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang
sangat berbeda.
Kedua,
bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan
meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai
menarik diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga,
kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil
positif. dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya,
pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda
tunjukkan, dan sebagainya. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan
memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan
memberikan hasil negatif.
BAB
III
HAMBATAN
DAN PENYELESAIAN
A.
Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai
communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk
terjadinya komunikasi yang efektif. Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya
adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala
mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan
kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang
tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka
hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Jenis-Jenis
Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Hambatan
komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural
communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam
air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air
(above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan
komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah
faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam
ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam
ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes),
filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks),
nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya
yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih
mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan
tersebut adalah:
1.
Fisik
(Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini
berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2.
Budaya
(Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang
berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu
dengan yang lainnya.
3.
Persepsi
(Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul
dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu
hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran
yang berbeda-beda.
4.
Motivasi
(Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan
dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang
menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut
sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan
komunikasi.
5.
Pengalaman
(Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan
yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama
sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda
dalam melihat sesuatu.
6.
Emosi
(Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau
perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka
hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7.
Bahasa
(Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini
terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver)
menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti
oleh penerima pesan.
8.
Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan
komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan
komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan
(receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah
yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja
pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan
kepada penerima pesan.
9.
Kompetisi
(Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila
penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya
adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua)
kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang
disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.
B.
Cara Menghadapi
Hambatan Komunikasi Lintas Budaya
Seseorang dapat
dikatakan sukses sebagai manager bisnis internasional budaya, apabila ia
mempunyai kemampuan untuk merefleksikan seberapa besar kesungguhannya dalam
aspek di bawah ini :
1.
Social Competence : Kemampuan
untuk membuat jaringan sosial, pandai bergaul dan banyak temannya
2.
Openness to other ways of
thinking : keterbukaan untuk menerima pikiran yang berbeda dari dirinya
3.
Cultural Adaptation :Kemampuan seseorang
menerima budaya baru
4.
Professional Excellence :
Mempunyai kemampuan yang handal dalam bidang tertentu
5.
Language Skill : Kemampuan
mempelajari bahasa asing dengan tepat
6.
Flexibility : Kemampuan dalam
penyesuaian diri sesuai dengan tuntutan keadaan
7.
Ability to work in team :
kemampuan dalam mengelola dan bekerjasama dalam satu tim
8.
Self Reliance or independence :
percaya diri dan mandiri
9.
Mobility : Lincah dan wawasannya
luas
10. Ability
to deal with stress : mempunyai kemampuan untuk mengatasi stress
11. Adaptability
of the family : keluarganya pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
12. Patience
: Ulet dan sabar
13. Sesivity
: Peka terhadap sesuatu yang baru
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Perbedaan persepsi antara komunikator dengan
komunikan. Komunikasi antar budaya mengandung isi dan relasi antar pribadi. Gaya
personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi. Tujuan komunikasi antar budaya
mengurangi ketidakpastian. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Tujuan
komunikasi antar budaya adalah efektifitas antar budaya
DAFTAR
PUSTAKA
Joseph A. DeVito, 1997. Komunikasi
Antarmanusia, Jakarta : Professional Books
Alo Liliweri, 2007. Makna Budaya
dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta : LKIS
Lustig dan Koester Intercultural Communication
Competence, 1993
Dood, 1991 : 5
Alex H Rumondor, 2005. Komunikasi
Antar Budaya, Universitas Terbuka
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss.
Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. 1996. Bandung.
Remaja Rosdakarya. Hal. 236-238
Andrik Purwasito. Komunikasi
Multikultural. 2003. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal.
123
Fred E. Jandt. Intercultural
Communication, An Introduction. 1998. London. Sage Publication. Hal. 36
Alo Liliweri. Dasar-Dasar
Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12,36-42
Joseph A. Devito. Komunikasi
Antarmanusia. Kuliah Dasar. Jakarta. Professional Books. Hal. 479-488
Fishman,
1972, Hoijer, 1954, Miller & McNeil, 1969
Benjamin
Lee Whorf, 1956. Thesis Whorfian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar